Bund Summit 2024 di Shanghai, salah satu pertemuan keuangan terpenting di Tiongkok tahun ini, berakhir pada hari Sabtu. Selama forum di pertemuan tersebut, mantan pejabat bank sentral dari AS, Jepang, dan Eropa menyampaikan pandangan mereka tentang kebijakan moneter saat ini.
Menghadapi prospek ekonomi yang tidak menentu, beberapa negara telah mengadopsi berbagai kebijakan moneter.
Donald Kohn, mantan wakil ketua Federal Reserve AS, mengatakan bahwa Fed AS akan segera memulai perubahan kebijakan moneter dari yang sudah ketat selama beberapa waktu menjadi kebijakan pelonggaran seperti yang dilakukan banyak bank sentral lainnya.
Ia menganalisis lebih lanjut bahwa inflasi telah turun secara signifikan selama beberapa tahun terakhir, meskipun belum mencapai target Fed sebesar dua persen, sementara pasar tenaga kerja telah kembali seimbang secara substansial. AS telah keluar dari pasar tenaga kerja yang sangat ketat dari tahun 2021 hingga 2022 dan sekarang hampir seimbang, tambahnya.
Jean-Claude Trichet, mantan presiden Bank Sentral Eropa (ECB) mengatakan ECB telah menaikkan suku bunga 10 kali, dan AS menaikkan suku bunga 11 kali, yang berarti bank sentral telah mengambil langkah serius untuk mengendalikan inflasi.
Trichet menyebutkan bahwa ECB menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan Juni, dan menambahkan bahwa inflasi telah turun menjadi 2,5 persen.
Namun masalah bagi ECB adalah inflasi inti tidak memberikan tanda-tanda tahun ini bahwa inflasi akan turun secepat yang diharapkan, sehingga angka inflasi inti sebesar 2,8 persen jauh di atas target dua persen, tambahnya.
Mengenai kebijakan moneter Jepang, Kuroda Haruhiko, mantan gubernur Bank Jepang, mengatakan bahwa dinamika inflasi Jepang selalu berbeda dengan di AS dan Eropa.
Ia mengatakan, pertama-tama, Jepang mengalami periode deflasi selama 15 tahun, yakni sejak 1998 hingga 2012. Pada 2013, Bank Jepang memutuskan untuk memperkenalkan target inflasi sebesar dua persen, kemudian Bank Jepang memperkenalkan apa yang disebut kebijakan Pelonggaran Moneter Kuantitatif dan Kualitatif untuk mencapai target tersebut.
Deflasi berhasil diatasi selama 10 tahun berikutnya, dari tahun 2013 hingga 2023, tetapi tingkat inflasi berfluktuasi sekitar satu persen, selama periode tersebut tidak ada peningkatan substantif yang dilaporkan dalam upah pekerja. Lebih jauh, situasi berubah secara dramatis ketika konflik Ukraina meletus pada tahun 2022, yang menyebabkan peningkatan harga komoditas, dan depresiasi Yen Jepang. Pada tahun 2023, inflasi harga konsumen kemudian mencapai tiga persen
Haruhiko menyatakan bahwa Bank Jepang telah memutuskan untuk melakukan normalisasi kebijakan moneter, dengan menaikkan suku bunga kebijakan jangka pendek dari negatif 0,1 persen menjadi positif 0,1 persen. Ia menambahkan bahwa bank akan melanjutkan proses normalisasi ini dengan menaikkan suku bunga kebijakan secara bertahap menuju suku bunga netral, yang diperkirakan antara satu persen hingga dua persen, jauh lebih rendah dari target.